Sunday, 6 March 2011

KEMUNAFIKAN PEMIMPIN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG

The next are most of public understanding about regencies who was present. Ada beberapa ide yang muncul dalam pemikiran saya, dan saya tidak bisa tahan untuk menuangkannya dalam kertas;

Pertama, kehadiran sebuah kabupaten yang dimengerti oleh masyarakat adalah akan ada perumahan-perumahan rakyat yang baru, adanya jalan-jalan besar serta kendaraan yang dikiranya akan memudahkan segalah aktivitas masyarakat sehingga dengan mudah memasarkan hasil usahanya, padahal kasihaaan… masyarakat kam epen kah…? I, m a big boss gitu loooh…

Kedua, adanya pemahaman bahwa dari yang hidup telanjang atau (traditional to be modern) (koteka dan cawat) diganti dengan celana dan rok atau blus sama seperti daerah lain di Papua. Saat kehadiran Kabupaten, di kira hidup serba ada serta akan hidup bebas dari sakit penyakit, padahal tidak nieh….justru membuat massyarakat menderita. Namun sayang, masyarakat sendiri juga tidak mengerti kalau Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang (BIG BOSS) ada sedang menjajahi masyarakat dengan berbagai cara di setiap aspek pembangunan baik di kursi DEWAN, BUPATI yang sangat terhormat maupun para KA.BAG dan KA, DINAS yang hanya ingat kampung tengah yang dimilikinya tanpa melihat orang lain yang sedang menderita dibawah kesombonganya. Sepo wengsep edo ne wenga pe (do you hear my talk)? Memikul bayi kembar tiga, sementara dia sendiri juga tidak sadar kalau dirinya juga sedang diatur oleh system.Ingat loh tanah Aplim Apom tuh…. Tanah yang diberkati oleh leluhur, please dhe jangan macam-macam yah,,,,! OK? BOSS, sepo wengsen depen yeptan seme. Please listen and handle this by well and I hope u have long life.

Ketiga adalah sejumlah cara dari bapak-bapak DEWAN selaku penentu kebijakan dan sejumlah pejabat dengan satu tujuan yaitu mengisi kantongya sampai full dan ini sekaligus merupakan VISI dan MISSI pejabat yang boleh dikatakan merupakan ajang perlombahan merebut record pocket teringgi diantara para pejabat itu sendiri, or WE CAN SAY BIG BOSS MONEY GAME you know if we see for the realities, what I say is so true gituloh?. Begitu APBD dianggarkan dan dicairkan langsung DEWAN bagi-bagi proyek hanya untuk kantong sendiri, kerja tidak dengan hati, asal dapat KULIT KAYU BESI katanya.
Daripada di sekitar pinggir itu saja ditimbun tanpa ada penambahan badan jalan, padahal makan dana sekitar RP 6 Milyar loh? Nah dari sini bisa kita tahu secara langsung bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pejabat putra daerah kayaknya tipis loh so please don’t be hope for getting lazy sofa again, because if Writer not wrong masyarakat akan melihat bukti yang ada di lapangan when anda menjabat , kaliii…ABO? dalam hati yang penuh dengan Lumpur dengan memberikan sedikt bukti yang membuat masyarakat bangga terhadap perbuatan omong kosongnya itu (Tai goreng lebih bagus darpada hati yang demikian) sebagai suatu bukti bahwa dewan yang terhormat telah gagal dalam pembangunan dewasa ini adalah.

Berikut kegagalan DEWAN terhormat yang pegang proyek

Pertama, jalan menuju Yapimakot yang seharusnya bisa diselesaikan dalam waktu 2 minggu tetapi sampe dengan hari dimana saya tulis tullisan ini belum pernah jadi-jadi hanya kumpulkan tanah dari luar lalu timbun sehingga kelihatan bentuk badan jalan, padahal kalau dilihat itu padat karya yang dulu masyarakat kerja.

Kedua, jalan dari bandara menuju kantor Bupati maupun disekitar Ibukota Oksibil, yang sampai hari dimana saya tulis tulisan ini belum pernah diperhatikan padahal kalau omong-omong masalah dana itu ada sekitar RP 2 Milyar loh? Dimana dana tersebut pergi? Yang jelas bung kembar tiga yang masukan dalam kantong sebagai hasil kemenangan game antar mereka sendiri, bukan tukang aspal jalan atau siapaun yang pernah ikut terjun dalam keraja tersebut, mereka hanya ikut kerja yang penting dapat uang berapapun jumlahnya karena mereka tahu hanya melakukan yang diminta dari pimpinan.

Ketiga, PT PAPUA AVIATION ( DUS 7 dan DAS 8) yang katanya sih mau melayani masyarakat Pegunungan Bintang namun pelayananya belum maksimal sampai dengan hari ini sehingga masyarakat kebanyakan selalu mengeluh. Padahal saat Pelita Air tiba, masyarakat menyambutnya dengan gembira sementara kru dan karyawan Pelita Air sedang tertawa terbahak-bahak. Waktu itu masyarakat senang karena kelihatanya akan bagus dan ada subsidi di pesawat ini yang akan diberikan oleh pemerintah; padahal, untuk siapa itu subsidinya? Bukanya untuk putra daerah?Kayaknya saya lihat putra daerah tidak sampai 10%, itukah yang disebut amanat otonomi khusus bagi Provinsi Papua? Sampai dengan hari ini belum ada PERDA tentang penurunan harga tiket pulang pergi Oksibil. Sehingga patokan harga Jayapura-Oksibil yang di patok sendiri 1,5 juta. Dengan harga barang perkilo yang sangat mahal dibandingkan dengan pesawat lain, 22500/Kg. Eh kam mau tau ga? PELITA AIR tu dapat anggaran dari PEMDA juga loh. Mau tau berapa? Begini sobat mereka itu dapat siwol sebayak RP12 Milyar per tahun jadi satu bulan dapat 1 M, itu hanya satu kali penerbangan,belum lagi flight ke 2,dan 3, jadi sudah begitu tetapi masih mahaaal lagi. Nah jelaskan? Ini pasti ada permainan GAME oleh orang-orang tertentu yang masih belum puas dengan apa yang menjadi haknya. Berpikir hanya untuk mengennyangkan dirinya saja.(pikiran anjing lebih bagus daripada orang ini punya pikiran). Sobat ko tidak sayang kah sama kopu masyarakat yang masih tertinggal?Apa anda tidak merasa berdosa kalau bohongi Masyarakat? Aeh dosa bisa bayar mo kan uang saya bayak di ATM! Sangat sedih kalau orang di luaran sana bilang Pegunungan Bintang Masih Belum Maju Dan Masih Ketinggalan.

Keempat, KUNJUNGAN KETUA DPR dan rombonganya ke Kabupaten Yahukimo. Ngapain anda disana?Apa yang anda mau dapat dari sana, kamu dua sama-sama kabupaten pemekaran baru mo sama saja, kesana hanya baku tipu sampai mulut berbusa juga tidak akan dapat sesuatu, namun yang pasti wasting money! Ga usa deh kenapa tidak berkunjung ke Israel saja biar Suci sekalian.

I hope the People of Star Mountain Regency know about this and understand what does it’s means by, because if we know the developing of the lately is road to NATIONAL ELECTION. Why this visited is not done by before time or at the first time? It’s my questions. I would like to say to those who will be LEADER of the House of Representative, in next period they have to know by well about how to managed a Government road to the top of success and developing of HUMAN RESOURCES.

Salam horamt…..!!

Written by: MenuQ Un@R, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, UNCEN
kirim kritik ke : menuqunar2009-@yahoo.com

KESIAPAN SDM MERUPAKAN SUATU TOLAK UKUR PEMBANGUNAN DAERAH

BAGAIMANA DENGAN PEGUNUNGAN BINTANG?

MEMBANGUN ATAU SEKEDAR CARI UANG?

Kata orang bahwa terakhir kali para misionaris menginjakan kaki mereka tepatnya di Oksibil yang sekarang merupakan ibukota Pegunungan Bintang. Mungkinkah Oksibil merupakan ujung Bumi yang di maksudkan Tuhan Yesus ketika pengutusan injil-Nya kepada para murid untuk mewartakannya ke seluruh Dunia? Ini adalah sebuah misteri yang harus dikaji oleh seluruh elemen masyarakat ilmiah yang terkait.
Inilah sejarahnya: ketika manusia Ngalum-Kupel diperkenalkan oleh misionaris tentang sebuah dunia baru yang sungguh mereka tidak kenal, mereka dengan cepat menyesuaikan diri dengan dunia tersebut. Dengan pendekatan antropologis yang baik serta adaptasi para misionaris, manusia Ngalum-Kupel yang kebanyakan berwatak melankolis ini berhasil mempersatukan kepercayaannya.
Dengan bantuan Roh Kudus, para misionaris berhasil masuk hingga seluruh pelosok. Demi mewujudkan misinya, mereka segera buka sekolah-sekolah dan menyekolahkan lebih dari 50-100 anak putra daerah. Disini, SDM anak daerah benar-benar diperhatikan. Pembaca boleh bertanya kepada orang-orang tua sekarang yang ada di Pegunungan Bintang tentang bagaimana pendidikan yang mereka dapatkan dari para misisonaris.
Sekarang mari kita buka mata lebar-lebar….dan melihat apa yang terjadi dengan pendidikan di Pegunungan Bintang sekarang. Penulis berharap tidak untuk daerah Papua lain. Dan sangat berharap juga supaya siapapun dia yang berasal dari Pegunungan Bintang yang berbagngga dengan mengatakan bhawa akan menjadi bintang-bintang di antara sesama Papua, apalgi dengan orang luar Papua…Jangan ya… Mengapa??
Kita buka mata lagi dengan lebar-lebar. Untuk mengisi pembangunan yang ada, kita terpaksa dengan paksa memaksakan para lulusan SMA untuk tes CPNS. Kita menempatkannya seadanya. Dengan kemampuan yang seadanya. Dengan ketrampilan yang mungkin sangat minim. Dengan kecekatan yang mungkin begitu membingungkan. Hal itu mungkin kita bisa maklumi dengan mengatakan bahwa lama-lama akan menjadi biasa dan lancar. Atau yang menyeleksi tes CPNS berijazah SMA juga? Okelah kita katakana seperti itu untuk sementara. Kog? Ya tidak bisa dipungkiri lagi sebab seperti itulah adanya sekarang. Bagaimana dengan lulusan yang berijazah SMP atau SD? Apa kontribusi mereka unutuk pembangunan? Ide apalagi untuk menciptakan hal yang baru bagi pembangunan? Maaf jika ini seperti meremehkan? Jikalaupun apa perasaan pembaca kepada penulis, pasti penulis hanya diam dan minta bukti.
Pada tahun (tahun2009) ini porsi PNS yang akan diterima di Pegunungan Bintang adalah sekitar 400an. Orang-orang ini dari mana lagi??? Lagi-lagi pemaksaan akan terjadi di sini. Sebab apa? Putra-putri Peg.Bintang yang sementara di bangku kuliah dipaksakan untuk tes CPNS. Sekali lagi, cara ini bukan hanya memajukan pembangunan tetapi sebaliknya, mematikan saraf-saraf pembangunan yang sementara jalan.
Terus bagaiman kita memajukan daerah ini dengan kesiapan SDM yang mantap? Ada yang bilang, jika belum ada kesiapan SDM yang manatap, kenapa mekarkan jadi sebuah Kabupaten? Apakah ini adalah sebuah sundulan politik SBY? May be…
Setelah kita merenungkan bagaimana akan jadinya pembangunan Kabupaten Pegunungan Bintang kedepan yang hanya jika terisi oleh PNS berijazah SMA, kita akan lihat lagi ke jenjang fatal berikut….
Menjelang pemilu 2009 ini, kembali anak berijazah SMA berkampanye dari kampong ke kampong dengan kata-kata yang sedikit menggarami masyarakat. Dengan sangat percaya diri dan dengan sangat tidak mengerti tentang apa yang dikatakan kepada masyarakat, maju bertenteng ijazah SMA dan bingung. Ya, sangat bingung dengan CALEGnya, dari manapun partainya. Hanya bermodalkan anak daerah, maju dengan senyum penipuan di hadapan masyarkat dan bermuka serius sambil sapu tangan di sebelah tangannya.
Inikah yang akan merubah wajah Pegunungan Bintang menjadi tempat banyak bintang bertaburan? Atau ini hanya karena motivasi uang? Jangan- jangan ini adalah signal awal untuk Pegunungan Bintang yang akan menjadi krisis kepemimpinan di tanah Papua?
Sekali lagi kesiapan SDM yang model ini tidak akan merubah wajah kabupaten Pegunungan Bintang secara benar.
Beberapa masukan penulis: Pertama, anak asli Alim Apom yang punya ijazah SMA hendaklah selesaikan kuliah minimal S1 sebelum tes CPNS. Yang kedua, minimalkan punya sertifikat bahasa inggris atau pengetahuan computer selama masa pendidikan S1 di bangku kuliah. Ketiga,budayakan apapun yang didapatkan di bangku kuliah dapat diterapkan di masyarakat. Keempat, punya pengalaman minimal dua atau tiga tahun sebelum memutuskan menjadi CALEG ataupun kursi apapun yang diperebutkan. Kelima, jangan pernah berjuang untuk kepentingan sendiri dengan menipu masyarakat dan jangan pernah merencanakan sesuatu yang jahat dibalik ambisi anda. Keenam, bagi para guru supaya selalu mengikuti kurikulum yang ada tetapi dengan pendekatan antropologis serta spikologis anak Aplim Apom, untuk bisa merubah kurikulum umum menjadi khusus bagi Pegunungan Bintang.
Mudah-mudahan ini menjadi suatu batu loncatan bagi PNS lama maupun yang baru, untuk merubah wajah Pegunungan Bintang menjadi lebih baik.

Ide Yesang saat mahasiswa, 2007

Saturday, 5 March 2011

PEMEKARAN

PEMEKARAN DISTRIK DI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG MEMBUKA PELUANG PENDERITAAN RAKYAT

Tujuh tahun yang lalu ketika bapak Welington Wenda ditetapkan sebagai bupati penuh untuk memimpin tanah Aplim Apom, ketika itu terjadi pemekaran di mana-mana. Distrik Okyop dimekarkan, distrik Pepera dimekarkan, distrik Aboi dan beberapa distrik lainnya. Pada awalnya disambut baik oleh masyarakat setempat dengan sangat gembira. Namun ketika dua tahun kemudian masyarakat semakin menderita. Mama-mama semakin sulit untuk mendiamkan tangisan anaknya. Tiga tahun berjalan, tidak ada perubahan. Bapak-bapak masih seperti dulu lagi, masih harus pergi kerja dari pagi sampai sore di kebun. Anak-anak umuran sekolah banyak yang berkeliaran, sebab pendidikan di distrik-distrik kurang tertata baik oleh kepala distrik dan jajarannya.
Berbagai distrik yang dimekarkan selama enam tahun yang lalu belum membawa hasil yang baik seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Distrik Pepera misalnya, belum ada bentuk infrastruktur yang nyata di lapangan. Perkantoran distrik dan perumahan distrik serta perumahan untuk PNS lain seperti guru, dokter, mantri dan suster, belum juga ada. Apakah ini yang dinamakan sebuah distrik (kecamatan)???

Yang harus di lihat oleh para pengambil kebijakan seperti bapak-bapak DPRD, SEKDA serta BUPATI dalam hal pemekaran adalah melihat kesiapan (jumlah) SDM putra daerah setempat. Selama belum ada sarjana-sarjana yang muncul dari daerah yang mau dimekarkan, maka SEKDA, BUPATI dan DPRD mempunyai tugas dan wewenang untuk menyampaikannya kepada masyarakat setempat walapun mereka menyambut kehadiran distrik di tempat mereka. Walaupun mereka senang, mereka tidak tahu sebenarnya mengenai kehadiran districk.

Padahal di mana-mana, ketika masyarakat mendengar kampung-kampung mereka dikatakan menjadi sebuah distrik, mereka sangat gembira hingga mengorbankan hewan ternak mereka untuk berpesta. Apalagi jika kepala distrik yang ditunjuk oleh DPRD atau SEKDA mendatangi kampung mereka, semua masyrakat berkumpul menyambutnya dengan berbagai tarian dan mengorbankan ternak serta kekayaan mereka untuk berpesta pora. Ini adalah sebuah pembodohan yang dilakukan oleh para pemimpin di Kabupaten Pegunungan Bintang. Terakhir, saya mau bilang bahwa sadar atau tidak, pemekaran merupakan sebuah pintu masuknya kepenuhaan.

Sumber : Ide Yesang saat mahasiswa, 2007

Wednesday, 2 March 2011

PERGESERAN KEHIDUPAN SEX DAN PERNIKAHAN DI APLIM APOM

"Keluargaitu adalah pemberian Tuhan yang paling indah dalam kehidupan manusia dimana kita bisa mengasihi dan di kasihi...setelah sekian lama menikah, arti keluarga bagi saya adalah harta yang paling berharga, mutiara yang tiada tara dan puisi yang paling indah" Mr. Calvin Kalalo

Budaya sex dan pernikahan orang Aplim Apom menghilang dengan sangat cepat. Dulu, pasangan calon suami dan istri belum ketemu sebelum dipertemukan (dinikahkan), bahkan belum pernah baku lihat walaupun di dalam satu perkampungan. Tidak ada istilah pacaran di zaman dahulu di Aplim Apom. Para orang tualah penentunya. Merekalah yang menentukan kedua pasangan akan hidup layak sebagai suami-istri setelah melihat segala kesanggupan pasangan ini secara berbeda. Walaupun demikian, kedua pasangan ini sangat menghormati pernikahan sehingga hidup penuh kasih sayang dan bahagia. Pada zaman ini, orang Aplim Apom ( Pegunungan Bintang) percaya bahwa sex adalah sesuatu yang sangat nikmat dan membawa suatu kepuasan. Sex diberikan langsung oleh Atangki ( Tuhan) untuk digunakan oleh manusia pada tempat dan waktu yang tepat, yakni saat perjanjian pernikahan dilangsungkan.

Budaya barat sangat berbeda dalam sex dan pernikahan di daerah mereka. Gaya hidup dan cara kepercayan agama mereka yang kerapkali mengikuti trend technology membuat kita kadang salah menerjemahkannya. Pada umumnya mereka harus mengenal antara satu sama lain ( bahkan hidup bersama dalam serumah) kurang lebih 6-7 tahun lebih sebelum memutuskan menikah. Mereka harus mempertimbangkan banyak hal seperti; keuangan, sex(sexual dysfunction = gangguan kelamin), character, umur, level pendidikan, agama, dan keinginan memiliki anak. Hidup bersama dalam serumah (bukan berarti pacaran) dengan alasan untuk mengurangi biaya rumah. Budaya pacaran orang Barat berbeda pula, mereka bisa berganti pacaran dengan sepuluh orang bahkan lebih dalam setahun. Hal positifnya yaitu pacaran tidak sama dengan sex bagi mereka.

Orang Aplim Apom salah mengodopsi kebiasaan budaya Barat. Anak muda masa kini bahkan belum tahu sama sekali kebiasaan pernikahan yang berlangsung puluhan tahun lalu di Bumi Aplim Apom. Istilah “dari mata turun ke hati” baru hadir setelah para muda-mudi Pegunungan Bintang mengecap pendidikan. Perusakan (perubahan) budaya itu kira-kira terjadi 30 tahun lalu, dan sekarang kita generasi mudah menerjemahkannya dengan sangat salah. Perusakan budaya kita terjadi dengan anggapan pacaran = sex. Pemikiran ini harus dihilangkan guna menegakan budaya nenek moyang kita. Mari kita jaga moral kita dan dengan sungguh mengkat harkat dan martabat para leluhur kita yang dahulu hidup menghormati sex dan pernikahan sebagai suatu anugerah dari sang Pencipta.