Saturday, 9 April 2011

DISCO,DANCE,YOSPAN,YOSIM vs OKSANG, BAR

Orang dan Tanah Aplim Apom sejak penciptaan dan persebarannya oleh Allah diberikan semua kekayaan yang diperlukan untuk melangsungkan kehidupannya di dunia ini. Mulai dari makanan, pakaian, teknologi, bahasa, tarian,pola perkampungan dan msh banyak unsur hidup lainnya. Dalam tulisan singkat ini saya ingin sedikit menyoroti seni budaya terutama Tarian dengan segala akibat yang ditimbulkannya. Namun sebelumnya saya mengajak kita sidang pembaca sekalian yang budiman untuk sejenak mendarat di tanah/pulau Deawata, Bali. Mengapa saya mengajak kita sekalian menyusuri lautan samudera menuju pulau eksotis ini? Disana, kita diajari bukan dengan lisan semata melainkan lewat tindakan nyata bagaimana Adat, Budaya, Seni dan Agama dikolaborasikan tanpa menghilangkan inti/dasar nilai2 yang termaktub didalamnya. Unsur-unsur tersebut dipersatukan lalu dimanfaatkan secara bertanggungjawab sehingga mendatangkan manfaat POSITIF yang besar bagi kehidupan orang Bali saat ini. Nilai-nilai kearifan lokal tidak digeser oleh arus teknologi informasi yang makin gencar padahal telah ratusan tahun pengaruh luar masuk di pulau dewata ini. Pengaruh luar yang masuk baik dari orang asing ( Barat, Asia,Amerika dan Afrika) serta orang Indonesia lainnya tidak membuat orang Bali lupa daratan, tidak udik akan hal baru, bahkan 90% wanita Bali hanya menikah dengan Pria Bali, membuktikan bahwa mereka menjunjung tinggi Budaya, adat dan agama yang mereka yakini itulah yang terbaik bagi hidupnya. Mereka tidak silau dengan musik hip hop, fast food, dance, tarian jawa, batak atau pun tarian lain. Justru tarian daerah mereka diangkat dalam setiap kesempatan yang dianggap perlu. Dan itu tidak salah sebabhal itulah mengundang masyarakat internasional semakin menggandrungi pulau ini. Selain keramahan orang Bali dan aset wisata alam yang dimilikinya. Sungguh suatau teladan luhur yang patut kita jadikan contoh. Mari kita kembali menapak tilas menuju ketinggian gunung Alpim Apom yang kita banggakan. Kita semua mengetahui bahwa agama dan pemerintah telah masuk di tanah Aplim Apom puluhan tahun silam. Namun jauh sebelumnya tanah ini sejatinya memiliki pola hidup dengan segala kekayaan khasnya. Untuk suku Ngalum, Oksang dan Bar merupakan seni tari sakral yang diselenggarakan dengan berbagai maksud. Sejak dahulu kala, kedua tarian tersebut diadakan tidak pernah menimbulkan persoalan sosial seperti perselingkuhan, perbuatan maksiat dikalangan remaja, sebagai ajang pencarian jodoh semata. Namun lebih luhur dari pada itu, dimana dengan media ini pula orang Ngalum meminta kesuburan hasil pertanian dan peternakan serta kesehatan yang baik bagi manusia Ngalum. Pencarian jodoh merupakan efek positif lain yang terjadi saat itu. Ketika terjadi persoalan tidak diselesaikan dengan "uang" melainkan bertanggungjawab atas tindakannya, mereka amat menghargai harkat dan martabat wanita Ngalum. Ingat bahwa saat itu belum ada agama dan pendidikan. Dalam momen ini pun terjadi hubungan persaudaraan yang lebih erat antar-kampung. Pola hidup luhur itu kini tidak akan lagi kita alami, temui atau bahkan kita dapatkan. Mengapa? Pengaruh luar yang telah masuk dan diadopsi keliru oleh generasi penerus Aplim Apom sekarang, merubah/memupuskan segala harapan leluhur Aplim Apom. Dimana-mana diadakan acara goyang (disco) yang merupakan bawaan dari Negara PNG, Dance ( dari barat), Yospan dan Yosim ( dua terakhir dari pesisir pantai). Semua tarian di atas dianggap paling "OK" dan menguntungkan, selanjutnya dianggap sebagai simbol modernitas seseorang. Pertanyaannya, apakah memang demikian? Fakta mencatat setiap penyelenggaraan tarian di atas selalu melahirkan persoalan baru yaitu persoalan sosial yang merugikan semua pihak.

Oksang dan Bar tidak pernah memberikan persoalan serupa. Dan ketika persoalan sosial terjadi maka " diatur aman " dengan uang. Bukankah harga diri

lebih penting dari pada segepok uang seberapa pun besarnya ikatan duitnya?? Orang Ngalum kini mendewakan duit sehingga tubuh pun dijadikan media sebagai penambang duit yang amat menggiurkan. Tidak heran jika, orang luar menilai kita orang Ngalum sebagai manusia punya harga diri rendah, murah bahkan tidak punya sama sekali. Ada agama yang menganggap adat dan budaya sebagai ajaran sesat yang mesti ditinggalkan secara utuh, namun apa yang terjadi kini? Kemerosotan moral, etika dan falsafah hidup hancur berantakan dimana-mana di atas Tanah Ngalum, sebab sanksi agama tidak tegas dan mengikat sehingga orang bebas bertindak. Aturan pemerintah tidak menjaungkau jauh kedalam hati setiap orang dan lembaga pendidikan pun gagal membentuk etik dan moral peserta didiknya sebab melulu mengejar profit di atas segalanya (jauh dari tujuan pendidikan itu sendiri) tentunya. Jika sudah demikian, masih adakah kita mendewakan tarian-tarian dari luar tadi sebagai pembawa perubahan yang menguntungkan, membanggakan, memberikan kita label modernitas sejati bagi kita? Memberikan keuntungan materil dan immateril? Kalau hanya dijadikan sebagai hiburan, di dunia ini tidak adakah jenis kegiatan lain yang dapat menghibur selain tarian-tarian tersebut?? Memang pilihan ada pada setiap pribadi orang, tapi hendaknya buka cakrawala berpikir dan melihat apakah tarian ini memberikan kita lebih banyak sisi positifnya atau negatif justru lebih mendominasi.............

BE WISE PEOPLE OF APLIM APOM, BE THE FUTURE WITHOUT LEAVINGING YOUR OWN CULTURE

Penulis

Sostenes Omkular Uropmabin

Dinas Pariwisata Kab. Pegunungan Bintang

1 comment:

  1. MANTAP....lestarikan budaya, sebab tanpa budaya seseorg tdk akan terbentuk secara baik....

    ReplyDelete